Kamis, 24 April 2008

Cintaku teraniaya
hatiku tercacah-cacah
Oh...Allah hanya engkau
pemberi kebahagiaan
sempurna...

Selasa, 22 April 2008

perkawinan

PERKAWINAN
Ini 16 April 2008, sembilan tahun silam pada Jumat16 April 1999 aku melangsungkan akad nikah di Kota Temanggung. Sejak itu, aku menjadi istri Ciptadi, laki-laki asal Solo yang sejak lama menetap di Kota Tangerang.
Sentuhan cinta terbit saat kami diTaman Budaya Surakarta (TBS). Ketika itu penghujung tahun 1997 tepat malam tahun baru 1998. Aku selamabeberapa hari menginap di Wisma Seni TBS, diajakkawan penyair Sosiawan Leak untuk meramaikan pekanseni akhir tahun. Berbagai pertunjukan kesenian teater, tari, puisi, wayang ada di sana. Kebetulan aku juga membaca puisi.
Malam yang pedih ketika itu. Leak sibuk dengan persiapan pentas teaternya. Aku terpaksa nontonsendiri sejumlah pertunjukan di Teater Arena.Pertunjukan tari dari STSI Surakarta memikatku, aku jatuh cinta dengan penampilan Fajar, penari mahasiswa STSI. Rambutnya terurai, liukan tubuhnya sangat indah di atas panggung.Secara tak sengaja, aku duduk tak jauh dari seorangpemuda nyentrik.
Diantara puluhan penontondiantaranya bule, aku terkesiap dengan rambutnya yang terurai sepanjang rambut penari STSI itu.Gayanya agak beda. Di mulutnya sebuah pipa mungil kuning gading, berjas panjang dan bercelana jinshitam cutbray, kemejanya kotak-kotak hijau muda. Dilehernya terlilit syal panjang hijau tua. Percakapan tak sengaja berlangsung dingin. "Jam berapa , Mas," aku bertanya mendadak. Karena aku takmengenakan arloji. Seingatku, dia menyebut Jam 24.00. Aku terdiam, tak ada percakapan apapunhingga keluar Teater Arena.
Di luar, aku masihsendiri, tak kutemukan pula Leak malam itu. Padahalpagi hampir menjelang. Biasanya kalau tak cepat-cepattidur di wisma yang kamarnya kupakai sendiri. akungobrol dengan para seniman di warung ngisor pelem(di bawah pohon pelem) ngeteh (minum) teh poci ataumakan sego kucing (nasi dengan lauk ikan dan sambel dibungkus daun pisang) di kawasan kampus STSI atau berkelana sekitar Solo.
Malam makin larut, aku duduk-duduk di pendopo.Suara gamelan menggelegar. Tak sengaja pula ketemulagi laki-laki yang kutanya jam di dalam teaterArena. Dia mengenalkan diri bernama Cipta. Aku sebutnamaku pula, Ayu. Tak banyak cakap, tapi ia menawariku semangkuk sekoteng. Tak basa-basi lagi, aku menyambut tawarannya. Semangkuk sekuteng nan hangat, jahenya terasa mengalir ke dalam ronggaperut.
Dia pelan-pelan menggali info tentangku. Aku sedikitcuek, walau dalam hatiku berdesir, wajahnya lumayan tak terlalu jelek. Lebih dari sekadar cakep. Sebenarnya aku 'sedikit' tertarik. Tapi jaim (jagaimej) dikitlah, kan baru kenal. Dia kembalimenawariku mengantar ke wisma karena Leak takkunjung datang.Untuk kedua kali tawaran itu tak kutampik. Akudibonceng sepeda motor. Aku hanya manut, karena letih tubuhku bebrapa malam tak tidur nyenyak.
Sesampai di wisma. Sejumlah seniman masih terlibatperbincangan hangat di teras. Ada pula yang ngopi di panggung, pendopo kecil. Kang dalang gemuk Slamet Gundana ketika itu juga ada. Aku lupa mengingatsatu-satu siapa yang mengobrol hingga fajarmenyingsing.Laki-laki yang baru beberapa jam kukenal juga takberanjak dari duduknya. Entah, apakah ia jatuh cinta kepadaku. Tapi ia menemaniku. Ngobrol, kutahu ia berasal dari Karanganyar, menghabiskan masa kecil di Solo dan bekerja di Tangerang. Hobinya melukis. Aku mulai nyaman berbincang dengannya.
Ketika itu hatiku belum terpikat betul. Aku masih menyimpan kenangan tentang laki-laki lain. Pacar yang 'berpisah' Livian Teddy, mahasiswa Undip Arsitektur.(-kini dia Dosen Universitas Sriwijaya Palembang) dan seorang laki-laki, mahasiswa patung Institut SeniIndonesia (ISI) berkasta brahmana, Ida Bagus Putra Wiradnyana, kekasih hati-ku asal Ubud, Bali.Tapi entahlah, aku justru jatuh hati kepadalaki-laki ini setelah ia mengajakku sholat Subuh.Menjelang pagi, laki-laki itu pamit pulang.
Akumelambai tangan, aku pun berpamit ke Semarang, tempat kuliahku. Aku membawa perasaan berkecamuk tentangnya.Singkat cerita, hubungan ini berlanjut antar kota.Ia kembali ke Tangerang dan aku merampungkan kuliah di Sastra Undip. Beberapa kali ia ke Semarang,sekadar apel. Dan aku mampir ke Tangerang setelah beberapa kali memenuhi undangan Wowok Hesti Prabowo dan KSI (Komunitas Sastra Indonesia) membaca puisi.
Selebihnya kekangenanku hanya lewat telepon kos,atau aku mengirim pesan lewat oeperator pager.Ketika itu HP belum semarak sekarang. Hubungankudengan Livian makin merenggang, meski tidak putus ketika itu. Kami hanya bilang 'mari urus dirisendiri.' Hingga akhir kuliahku, hubungan ituwassalam dengan sendirinya.Sedangkan dengan Gusde, mana mungkin diteruskan. Ia juga punya pacar dan kami sangat berbeda prinsip.
Tapi diluar itu dua laki-laki tadi telah banyakmemberi inspirasi untuk puisi-puisiku. Termasuk laki-laki terakhirku ini.Tak ada komitmen untuk bersama seterusnya, suatu hari sepekan menjelang pernikahanku dengan MasCip, aku ke Yogyakarta. Sekadar memberitahu kepadaGusde, kalau aku mau menikah. Dia turut mendoakan.
Alhamdulillah pernikakahan yang tak luput dari pertikaian kecil ini telah membuahkan nikmat yangluar biasa. Ketiganya buah cinta kami yang kuberigelar : Mohammad Gilang Narasrestha Candraditya,Journalist Kafka Nur Bagaskara Nareswara, Nur AuroraSang Kinanthi Satyanagri Nareswari Ciptabudi. Untuk mengikatkan mereka, kami pakaikan marga Ciptabudi sebagai kesatuan nama kami Cipta dan Budi Rahayu, nama terindah pemberian orangtuaku Mudjo Sumedi (alm) danIbuku Ayemi Yasri Sumedi.(****)

Minggu, 30 Maret 2008

Dewi Persik dan Industri Pantat

Dewi Persik dan Industri Pantat

DEWI Persik telah dianggap ‘racun’ oleh sebagian orang. Wajar jika WH (Wahidin Halim) Wali Kota Tangerang ‘tidak suka’ dengan para penyanyi berpamer udel, dan berpakaian tak sopan. Lalu iapun akan mencekal/melarang jika si Persik tak mengubah gaya busana jika manggung di kota yang bermotto Aklakul Karimah itu.

Wahidin suatu ketika pernah bercerita kepada kami (wartawan) termasuk saya bahwa ia prihatin melihat warga di kampung-kampung terbuai oleh virus dangdut dengan para penyanyi yang berbusana seronok. Lebih-lebih para penonton, diantaranya tukang ojek dan tukang becak itu saweran dari hasil memeras keringat sepanjang siang.

"Saya bukan anti dangdut, musik itu indah. Tapi busananya mbok ya yang sopan," kata Wahidin.

WH sadar tak dapat mengontrol tayangan televisi. Ia hanya merasa perlu mengurusi warga yang di kampungnya keblinger dengan goyangan pantat. Adik Menteri luar negeri Hasan Wirayuda ini memang dikenal tegas dalam setiap kebijakannya. Sebagai jurnalis, ini bukan keberpihakan saya kepada wali kota (yang sebentar lagi) konon mau mencalonkan diri. Tetapi sebagai warga kota Tangerang sepantasnya saya juga ikut berperan aktif untuk sama-sama menjaga kota ini dari derasnya industri pantat.

Emha Ainun Nadjib dalam: Pantat Inul adalah Wajah Kita Semua, Kompas - Minggu, 04 Mei 2003 mengatakan, "industri tidak berpikir baik atau buruk, akhlaqul karimah atau sayyiah. Industri tidak ada kaitannya dengan Tuhan, surga dan neraka. Industrialisme bekerja keras dalam skema laku atau tak laku, marketable atau tidak marketable, rating tinggi atau rendah. Bad news is good news. Kalau yang laku ingus, jual ingus. Kalau yang ramai di pasar adalah Inul, jual Inul."

Dan pada kenyataanya setelah Inul lalu muncul secara menjamur biduan yang menjual pantatnya. Ada goyangan gergaji, goyang kayang, goyang ngecor, dan sederet goyangan yang sangat mungkin ditonton anak-anak kecil. Wahidin mengatakan, "bagaimana saya tidak prihatin, anak-anak kecil di kampung melihat penyanyi dangdut memantati muka kita, lalu bergaya menjilat-jilat tiang,"katanya.

Saya setuju dengan Emha bahwa, sebagai orang yang hidup dengan pandangan agama, kita bisa mengambil wacana sujud shalat untuk menilai (Inul) pun Dewi Persik. Tuhan menyuruh Muslim bersujud. Dalam sujud pantat kita letakkan di tataran tertinggi, sementara wajah di level terendah. Wajah itu lambang eksistensi kita, icon kepribadian kita, dan display dari identitas kita. Kalau bikin KTP tidak dengan foto close up pantat, melainkan wajah.

Ritus sujud menjadi semacam metode cermin untuk menyadari terus-menerus bahwa kalau tidak hati-hati dalam berperilaku, manusia bisa turun martabatnya dari wajah ke pantat. Ketika bersujud yang diucapkan oleh orang shalat adalah "Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi". Jadi jelas sujud itu memuat substansi martabat atau derajat manusia hidup. Dan kita pun perlu cemas orang bukan hanya tidak takut martabat kepribadiannya merosot. Banyak orang bahkan mendambakan pantat dan membayar untuk dipantati.

Mungkin Persik tadi hanya satu dari berpuluh penyanyi atau biduan yang maaf mengumbar dada dan pantat. Sudah sewajarnya kalau ibu-ibu juga bapak-bapak harus marah. Anak-anak kita setiap hari secara tak/sengaja menghirup racun televisi.

Saban pagi, anak-anak kita dan sarapan pagi keluarga kita berhidangkan infotaimen. Jika ayah dan bunda pada pukul 07.00 ngantor, dan keluar rumah, maka anak-anak kita hanya diasuh oleh pembantu, dan ibunya berganti televisi. Dan sejak itu anak-anak kita mulai belajar membantah, menghardik dan kadang (maaf) memaki orang tuanya. Jadi siapa yang bersalah?

Anak adalah peniru yang ulung, jadi jangan ajarkan penderitaan kita kepadanya. Maka mari kita para orangtua belajar menjadi bijak dan sama-sama belajar menjadi arif. (ayuchi)

Selasa, 25 Maret 2008

suara

aku menemukan sajakku yang hilang dalam sebuah web http://www.geocities.com/paris/parc/2713/btr.html berjudul suara
dan ini nukilannya:

SUARA
Oleh : Budi Tunggal Rahayu

Suara. Suara siapakah yang menerjang-nerjang udara mengalahkan matahari
Dua-puluh mei, lonceng kebangkitan kembali berdentangan dan suara-suara itu menggempur tembok rezim orde baru mulut, mulut membuka katup bibir berteriak lantang mengguncang tanah pertiwi

Senin, 10 Maret 2008

'Kesurupan' itu Sesungguhnya Bifid Delusion


Erdiana tiba-tiba saja menjerit dan jatuh pingsan. Teman-teman tingkat 9 (3 SMP) di rombel (rombongan belajar) 7 terkejut. Pingsan Erdiana membuat kawan-kawanya iba, dan menolong.

Kepanikan terjadi di kelas itu, guru-guru berdatangan, dan kemudian membawanya ke ruang guru. Begitu siuman, Erdiana masih saja berteriak. Kepiluan ini menyeret sejumlah teman-temannya 'ikut' dalam peristiwa serupa.

Jadilah seisi sekolah sebuah SMP Negeri di Poris Indah geger. 'kesurupan' adalah kata-kata yang sangat mudah menjalar ke telinga para siswa. Tak ayal pihak sekolah memanggilkan dukun yang konon bisa mengobati para siswa. Tercatat tak kurang 15 anak 'tertular virus kesurupan' Erdiana.
Sejatinya apa yang dialami Erdiana dan sejumlah teman sekolahnya itu pada Februari 2008 lalu? Pakar Psiko Religi Therapy di Tangerang, Prof. Dr. Erry Hayatullah Al-Rasyid PhD menolak peristiwa seperti yang dialami siswi di sekolah itu sebuah 'kesurupan'. Dan 'kesurupan' yang menjalar itu tegas-tegas bukan fenomena, seperti yang lumrah orang menyebut.
"itu adalah bifid delusion atau mengalami halusinasi," kata Erry kepada Ayuchi.

Halusinasi yang dimaksud adalah adanya pola pemikiran yang tersugesti luar biasa sehingga kekuatan sugesti itu seolah-olah si pelaku itu melihat atau mengalami seolah-olah nyata.

Itu terjadi kata Erry, karena adanya benturan psikologis atau sosial seperti ketakutan dan tekanan terhadap si anak tersebut. Manifestasi dari khayalan ini adalah mengeluarkan perkataan yang bukan-bukan. Halusinasi tersebut benar-benar dapat (seolah-olah) didengar, dilihat, bahkan dirasakan oleh si penderita.

Seringkali halusinasi mengarahkan tindakan penderita, memperingatkan tentang suatu bahaya atau memberitahu dia apa yang harus dilakukan. Bahkan tak jarang si penderita asyik bercakap-cakap dengan para tokoh yang muncul dalam halusinasi ini. Seperti murid-murid di SMP itu juga ada yang bilang 'di pojokan! itu di pojokan' dan berdialog dengan 'sosok' dalam halusinasinya.

Benar saja. Setelah ditelisik, rupanya Erdiana datang dari keluarga broken home. Wakil Kepala sekolah, Amsir mengatakan gadis itu kecewa karena melihat ayahnya menikah lagi.
Lalu yang lain, meski dengan kecemasan dan tekanan sosial berbeda, mereka juga mengalami benturan psikologis yang nyaris sama.
Ada yang terus-menerus dimarahai orang tuanya, ada yang diancam kalau tak lulus sekolah akan dikirim ke kampung halamannya di Manado dan sejumlah konflik kehidupan si murid di luar sekolah yang kemudian menyeret mereka dalam arus 'penderitaan' seperti yang dialami Erdiana.

Erry Al-Rasyid mengatakan," masih untung mereka tidak membunuh,"ujarnya.

Jika kecemasan-kecemasan ini dibangun terus-menerus dan dibiarkan maka bukan tidak mungkin menjadi piramid penderitaan yang suatu saat bisa mengalami scizophrenia.

Schizophrenia merupakan penyakit otak yang sanggup merusak dan menghancurkan emosi. Selain karena faktor genetik, penyakit ini juga bisa muncul akibat tekanan tinggi di sekelilingnya. Menurut psikolog Prof. Dr. Dadang Hawari, dikutip dari Sinar Harapan, jumlah penderita schizophrenia di Indonesia adalah tiga sampai lima per 1000 penduduk. Mayoritas penderita berada di kota besar. Ini terkait dengan tingginya stress yang muncul di daerah perkotaan.

Schizophrenia memiliki basis biologis, seperti halnya penyakit kanker dan diabetes. Penyakit ini diyakini muncul karena ketidakseimbangan yang terjadi pada dopamine, yakni salah satu sel kimia dalam otak (neurotransmitter). Otak sendiri terbentuk dari sel saraf yang disebut neuron dan kimia yang disebut neurotransmitter. Penelitian terbaru bahkan menunjukkan serotonin, jenis neurotransmitter yang lain, juga berperan dalam menimbulkan gejala schizophrenia.


Schizophrenia dapat menimpa siapa pun, terutama orang yang memiliki keturunan secara genetis. Episode kegilaan pertama umumnya terjadi pada akhir masa remaja dan awal masa dewasa. Pada anak yang kedua orang tuanya tidak menderita schizophrenia, kemungkinan terkena penyakit ini adalah satu persen.

Sementara pada anak yang salah satu orang tuanya menderita schizophrenia, kemungkinan terkena adalah 13 persen. Dan jika kedua orang tua menderita schizophrenia maka risiko terkena adalah 35 persen. Data yang ditunjukkan pusat data schizophrenia AS, tiga perempat penderita schizophrenia berusia 16-25 tahun.


Tapi sesungguhnya schizophrenia dapat disembuhkan. Anda tahu John Forbes Nash Jr. Peraih hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 1994, adalah seorang penderita schizophrenia. Kisahnya kemudian difilmkan oleh sutradara Hollywood Ron Howard dalam sebuah film A Beatiful Mind.

Film yang dibintangi Russell Crowe yang memerankan John Nash. Meski halusinasi itu masih sering melintas dalam batok kepalanya, tapi toh, berkat bantuan istri, Alicia Nash yang diperankan Jennifer Connelly dan kawan-kawan dekatnya.Pada akhirnya John Nash mampu membuktikan kepada dunia bahwa penderita schizophrenia bisa disembuhkan. (Ayuchi)

Rabu, 05 Maret 2008

Kesetiaan Wice

Kesetiaan Wice

Wice memang sakit jiwa, tapi betapa kesetiaannya kepada sang ibu demikian dalam. Kedalaman cinta Wice membuat ia tak ikhlas berpisah darinya. Wice menganggap ibunya, Yanti Djuned seolah hidup. Meski jasadnya terbujur kaku, hingga waktu, cuaca mengelupaskan kulit dan merontokan daging tubuh si ibu.


Wice setia merawat tulang belulang itu dengan mengelapnya setiap hari. Ia menungguinya seoanjang pagi, siang, petang hingga waktu menjemput malam. Kebahagiaan Wice mulai terenggut sejak ayahnya, Liem Hiang Nio alias Djuned meninggal dunia. Wice depresi. Kuliahnya kocar-kacir. Sejak itu dunia remajanya hilang.


Ia tinggal berasam ibunya yang mlai uzur usianya. Sang ibu pun tak mampu lagi mengurus toko peninggalan ayah Wice. Wice yang bernama asli Winarni Djuned semakin tenggelam dalam keterpurukan bersama kehidupan yang dijalani bersama ibunya. Tak jelas sejak kapan kematian menjemput yanti dari dunia fana ini.


Belakangan pada Maret 2008 warga sekitar di mana Wice tinggal di Jalan Ternate 82, Cideng, Jakarta Pusat, membaui busuk. Selidik punya selidik itulah bau jasad Yanti yang tlah lepas dari kerangka manusia. Wice pun sebelumnya menyimpan rapat-rapat kematian ibunya. Ia tak mengabarkan kepada tetangga dan sanak kerabatnya.


Barulah setelah keponakan Yanti, Caecilia Soegini dan Lilistina Mustika, bibi Wice datang menjenguk, Wice tak memperkenankan masuk. Bersama polisi dan warga rumah Wice didobrak, luar biasa kaget bibi dan keponakan itu menyaksikan Yanti tinggal tulang-belulang yang bersih. Meski semua perabot yang ada di rumah itu kotor dan berdebu.


Diiringi terikan dan tangisan Wice, polisi lalu membawa kerangka Yanti untuk diotopsi. dan dalam halusinasi Wice, sang ibu masih hidup dan baik-baik saja. Lalu setelah itu, Wice pun dibawa ke RS Sumber Waras, ia kini menjalani hari-harinya sendiri tanpa sang ibu yang ia setiai dan sangat ia cintai. Begitulah kasih Wice kepada ibunya hingga akhir hayat, sepanjang jalan sepanjang masa.


Coba bandingkan dengan kisah nyata lainnya. Tetanggaku, sebut saja Yeti dalam penglihatanku berbuat sebaliknya terhadap ibunya. Si ibu ini kira-kira usianya 60-an tahun. Ia kini menderita stroke. Sehari-hari ia hanya bisa duduk dan berbaring. Dua kegiatan itupun mustahil dilakukan tanpa bantuan orang lain. Rutinitas sepanjang hari yang dilakukan si ibu ini adalah tidur dan duduk. Berjalan pun hanya selangkah dua langkah saja, itupun tanpa bantuan tongkat atau kursi roda.


Yeti bekerja, ia seorang guru sekolah taman kanak-kanak Pagi pukul 06.30 Yeti harus sudah meninggalkan rumah. Diantar suami, ia pergi kerja dan pulang minimal pukul 14.00 siang. Sebab jarak dari tempat tinggalnya di Cipondoh ke Tangerang cukup membutuhkan waktu.
Si ibu Yeti itu suka curhat kepadaku, meski stroke, penghlihatan dan pendengarannya masih normal. Suaranya pun masih lantang terdengar. Hanya agaknya kurang diperhatikan. Dia bilang pagi hari tak dikasih sarapan, makan siangnya pun telat. Entah makan sore atau malamnya. Kalau saya tawarkan minum sekadar teh saja, ketahuan si Yeti ibunya kena damprat. "Ibu suka diomelin," ujarnya . Aduuh, mendengar itu hatiku seraya dipukul kencang. Air mata si ibu pun leleh.


Kadang-kadang, kalau ada kesempatan seorang guru di sekolah taman kanak-kanak di dekat tempat tinggalku iseng mampir. Sekadar menanayakan kabar dan menyuapi roti atau bolu. si ibu tamoak lahap. Keluhannya sama; belum makan.


Anak si ibu, Yeti mungkin sangat sibuk, sehingga ia tampak kurang memperhatikan si ibunya itu. Atau mungkin ia malas karena si ibu baginya sangat mengesalkan saja. Padahal si ibu itu tak banyak permintaannya, paling-paling cuma mau berdiri dari bangku setianya di teras rumah atau minta berbaring. Buang air kecil pun snagat jarang dilakukan karena memang tidak ada yang menuntunnya manakala Yeti dan suaminya tidak di rumah. Sepanjang pagi hingga siang, si ibu penderita stroke ini hanya menjalani kehidupannya sendirian, tanpa kasih sayang dan ketulusan seorang anak. Begitulah mungkin peribahasa kasih anak sepanjang galah itu ada benarnya. Sebagai pembaca silahkan Anda memilih yang mana?


Tapi sejujurnya kesetiaan Wice adalah cermin. Tapi jangan tiru cinta buta-nya, bukankah kecintaan itu bisa diwujudkan dalam doa kepada sang Khalik ketika siang ibu tlah tak bernyaea lagi? Ini bisa direnungkan, resapkan hingga ke aliran darah.

Senin, 03 Maret 2008

Aku kangen kepadamu Aurora


Aku kangen kepadamu Aurora
sore menjemput petang
mengawal ke perbatasan malam
maaf aku tak berada di sampingmu
mengantar mengaji usai magrib ini
maaf pula kerudungmu tak kupersiapkan
membayang wajahmu ceria
menyimak alif ba ta
Aurora tarian cahaya-ku
sang pendendang luka
pengobat rasa penat
sang mama


tuk anandaku; N. Aurora Sang Kinanthi Satyanagri Nareswari CB